Selamat menikmati novel Negeri Para Bedebah yang di posting oleh Tere Liye Sendiri di akun facebook resminya. Tidak ada niat unsur plagiat Novel Negeri Para Bedebah di sini karena saya hanya mengumpulkan dari yang sudah di posting oleh Tere Liye sendiri.
------------ Selamat Membaca -------------------
MONEY laundering, pencucian uang, tidak ada bedanya dengan pencucian baju atau celana. Persis seperti bisnis laundry pakaian yang mobilnya sedang kami naiki.
Seharfiah itu saja definisinya.
Dalam dunia
keuangan modern, tidak semua pencipta sistem dan pembuat kebijakan
adalah penjahat, beberapa dari mereka bahkan memiliki konsen yang luar
biasa atas haram dan halalnya selembar uang---terlepas dari fakta boleh
jadi yang bersangkutan seorang ateis. Dalam definisi mereka, uang yang
baik adalah uang yang didapatkan dari proses transaksi keuangan lazim,
layak, masuk akal, dan disepakati banyak komunitas sebagai transaksi
bersih. Uang yang kotor sebaliknya adalah uang yang diperoleh dari
transaksi keuangan tidak lazim, tidak layak, dan disepakati banyak
komunitas sebagai transaksi kotor.
Ada banyak sekali aktivitas
ekonomi yang masuk dalam daftar transkasi kotor. Mulai dari yang
terlihat (dalam film-film), seperti bisnis mafia, triad, geng, pengedar
obat-obatan terlarang, perjudian ilegal, penyelundupan, pencurian,
pembajakan, perdagangan ilegal, hingga yang tidak kasatmata, seperti
uang suap, uang korupsi, dan uang tips yang haram.
Para pembuat
sistem dan kebijakan keuangan modern telah membuat regulasi yang jelas,
uang haram tidak boleh mengotori uang halal. Bukan semata-mata karena
mereka patuh terhadap logika kitab suci, atau taat terhadap sepuluh
perintah Tuhan, tetapi lebih karena campur aduk uang haram dan halal
jelas merusak keseimbangan. Masuknya uang haram dalam perekonomian yang
sah membuat regulator kesulitan memprediksi uang beredar, kesulitan
membaca layar penunjuk ekonomi negara.
Karena itulah seluruh negara
memiliki Undang-Undang Anti Pencucian Uang. Amerika, misalnya, setiap
transaksi di atas 10.000 dolar yang melibatkan perbankan dan institusi
keuangan apa pun harus melaporkan muasal uang yang terlibat. Mereka juga
meneguhkan prinsip know your customer, KYC. Kalian menabung ke bank di
atas 10.000 dolar, maka ada kolom dalam slip setoran yang harus diisi,
dari mana uang yang ditabungkan berasal---juga di Indonesia, dengan
batasan 100 juta ke atas.
Lantas apakah urusannya selesai? Tidak.
Upaya pencucian uang terus saja terjadi. Ditutup satu pintu, mereka
mencari cara lainnya. Pencucian uang sudah berubah menjadi bisnis
tersendiri. Ada banyak institusi keuangan yang menciptakan berbagai
produk keuangan pintar, bahkan ada beberapa negara yang sengaja tutup
mata dengan sumber uang kalian. Cayman Islands misalnya.
Sesuai
undang-undang federal, Amerika mewajibkan setiap warga negaranya yang
hendak ke luar negeri dan membawa uang tunai di atas 10.000 melapor pada
otoritas bandara. Maka organisasi mafia mengakali peraturan ini dengan
menggaji ratusan orang sebagai “turis bayaran” yang pergi berlibur ke
Cayman Islands. Mereka menanggung tiket, akomodasi, lantas memberikan
segepok uang 9.999 untuk dibawa pergi. Lolos dari loket imigrasi, tiba
di Cayman, uang-uang itu melenggang masuk ke perbankan sana. Dari
perbankan Cayman, maka dengan mudah uang itu bergabung dengan siklus
uang halal seluruh dunia. Ini cara paling manual. Dan jelas cara ini
menciptakan lapangan pekerjaan aneh. Siapa yang tidak mau bekerja
sebagai “turis bayaran”? Berkali-kali, berkali-kali, berlibur sambil
bekerja---organisasi mafia malah akan lebih menyukai jika kalian pergi
bersama pasangan berwisata ke Cayman.
Trik ini memang lambat, tapi
jauh lebih aman dibandingkan dengan menumpuk jutaan dolar di bagasi jet
pribadi, kemudian dibawa langsung. Ada banyak otoritas yang
memperhatikan traffic udara, mereka bisa dengan mudah mencegat jet
pribadi dengan sepasang F-16 misalnya, menyuruh mendarat bahkan sebelum
meninggalkan wilayah udara Amerika.
Kenapa tidak memilih menabung di
bank lokal dengan nominal dibawah 10.000 berkali-kali? Bukankah tidak
wajib melapor? Sialnya hampir di semua negara yang meratifikasi
Undang-Undang Anti Pencucian Uang pasti punya lembaga khusus untuk
menganalisis jutaan transaksi perbankan. Transaksi berulang-ulang, meski
kecil, memancing alert dari software tercanggih anti money laundering
yang mereka miliki. Jauh lebih aman memindahkan uang secara fisik, bukan
melewati perbankan. Kecuali jika kalian memiliki jaringan tinggi di
perbankan (atau malah memiliki bank itu sendiri) yang bisa membuat
kamuflase atas setiap transaksi keuangan jauh lebih mudah.
“Ada
banyak. Tentu saja banyak. Tetapi aku tidak ingat detail satu per satu.”
Om Liem menghela napas, setelah diam sejenak. Dia menatap lamat-lamat
Julia yang sejak tadi terus bertanya. “Kami tidak bisa menolak uang-uang
haram itu masuk ke dalam Bank Semesta.”
“Bukankah pengendali utama Bank Semesta ada di tangan Om Liem?” Julia sudah bertanya lagi.
“Tentu saja di tanganku. Tetapi bagi kami, bankir, sepanjang uang itu
masuk ke kami, jumlahnya juga banyak, urusan lain bisa dilupakan.
Menerima uang mereka, entah itu dalam deposito, layanan private banking,
pembelian sekuritas, dan sebagainya, itu juga memberikan garansi
keamanan bisnis bagi Bank Semesta, termasuk juga perlindungan pada grup
bisnis.” Om Liem menatap keluar, hujan membungkus jalan tol.
Lima
belas menit sejak meninggalkan Waduk Jatiluhur. Opa sejak tadi memilih
tidur-tiduran, dia duduk di depan, di sebelahku yang memegang kemudi,
sementara Julia dan Om Liem duduk sembarang di belakang, di antara
tumpukan pakaian kotor. Aku mengebut di jalanan tol, di tengah hujan
deras. Sekali-dua berpapasan dengan mobil polisi yang melesat cepat.
“Garansi keamanan bisnis? Bisa lebih detail, Om?”
Om Liem mengusap rambutnya yang masih basah, mengangguk. “Uang kotor
dari pembalakan hutan misalnya. Kau tidak bisa membayangkan, ke mana
saja triliunan uang dari penebangan hutan di Kalimantan, Sumatra,
Sulawesi, bahkan Papua dicuci bersih dalam sistem keuangan kita.
Jumlahnya tidak terbayangkan, karena bahkan uang suapnya untuk perwira
tinggi polisi, pejabat setempat, orang-orang berkuasa saja bisa puluhan
miliar. Kami setidaknya memiliki belasan rekening milik mereka. Lumrah
saja, itu barter, mereka melindungi Bank Semesta dan grup bisnis kami
dalam setiap kasus. Kami melindungi kerahasiaan data dan transaksi
keuangan mereka dari intipan banyak orang.”
“Itu di luar money
laundering yang tidak kasatmata. Kau tahu, dari seribu triliun anggaran
negara, menurut ekonom senior, hampir dua puluh persen dikorup dan
disalahgunakan. Siapa yang menampung uang itu? Perbankan nasional! Uang
suap, sogok, pelicin, bahkan uang pajak yang tidak masuk ke dalam kas
negara, puluhan triliun nilainya. Ke mana uang itu berlabuh? Perbankan
nasional! Kebanyakan orang hanya melihat money laundering dari kegiatan
mafia, kejahatan bersenjata. Padahal di luar itu banyak sekali kasusnya.
Kami membuka rekening untuk petugas korup, pejabat negara jahat,
membuat rekening giro perusahaan fiktif, semua yang mungkin dilakukan.
Aku tidak tahu detailnya, kepala cabang dan pemimpin Bank Semesta yang
lebih tahu.” Om Liem menghela napas lagi, diam sejenak, membuat bagian
belakang mobil box laundry hotel senyap.
“Ini lucu sekali, bukan?” Om Liem tertawa suram.
“Lucu?” Alis Julia terangkat.
“Lucu, bukan? Konvensi perbankan internasional selalu mengingatkan
tentang know your customer, bankir di sini jelas-jelas amat know
customer mereka. Tahu persis uang-uang itu dari mana berasal.”
“Astaga, tidak bisakah kau berhenti mewawancarai dia? Ini bukan
kesempatan eksklusif interviu dengan buronan kelas kakap. Ada urusan
lain yang perlu dicemaskan. Kita masih lari dari polisi, kapan saja
mereka bisa muncul.” Aku menoleh, memotong sebelum Julia kembali
bertanya.
Julia mengangkat bahu. “Aku tidak sedang mewawancarai Om
Liem, Thom. Kami sedang mengobrol santai di antara tumpukan seprai,
gantungan baju, piyama, jas, dan hei, siapa pula yang mau mencuci boneka
panda sebesar ini.” Julia menyeringai kecil menunjuk pojok mobil.
“Bicara santai apanya? Kalian jelas bisa mencari topik lain untuk bicara
santai.” Aku bergumam, menekan klakson, menyalip dua truk kontainer.
“Topik apalagi, Thom? Ini sudah topik yang pas, membicarakan money laundering di dalam mobil box laundry.” Julia tertawa.
Aku mendengus, tidak berselera memperpanjang percakapan. Melirik
pergelangan tangan, hampir pukul tiga sore, waktuku banyak terbuang
sia-sia. Kami harus segera menuju tempat persembunyian baru yang aman.
Mobil box laundry melesat cepat memasuki tol dalam kota.
*bersambung
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semua Cerita Tentang Novel Negeri Para Bedebah Edisi Bersambung Ini Tidak saya Ambil dan Tulis Ulang dari Novel Negeri Para Bedebah. Tapi di Copas Dari Page Tere Liye Di Facebook.
Untuk Dapatkan Updatenya, bisa di dapat di Page Resmi Dari Tere Liye secara langsung, : https://www.facebook.com/tereliyewriter/?fref=nf
Atau langsung baca secara lengkap dari episode 1 sampai akhir di blog saya: http://ciminis.blogspot.co.id/p/blog-page.html
Atau langsung baca secara lengkap dari episode 1 sampai akhir di blog saya: http://ciminis.blogspot.co.id/p/blog-page.html
Sedangkan saya hanya mengumpulkannya saja di blog saya, karena bagus. Terima Kasih.
Untuk Pembelian Novel Tere Liye Dengan Judul Negeri Para Bedebah bisa langsung cari saja di gramedia.
EmoticonEmoticon