Jumat, 24 Februari 2017

[NOVEL] Negeri Para Bedebah Episode 14 - Mobil Laundry

Selamat menikmati novel Negeri Para Bedebah yang di posting oleh Tere Liye Sendiri di akun facebook resminya. Tidak ada niat unsur plagiat Novel Negeri Para Bedebah di sini karena saya hanya mengumpulkan dari yang sudah di posting oleh Tere Liye sendiri.

------------ Selamat Membaca -------------------



MONEY laundering, pencucian uang, tidak ada bedanya dengan pencucian baju atau celana. Persis seperti bisnis laundry pakaian yang mobilnya sedang kami naiki.

Seharfiah itu saja definisinya. 

Dalam dunia keuangan modern, tidak semua pencipta sistem dan pembuat kebijakan adalah penjahat, beberapa dari mereka bahkan memiliki konsen yang luar biasa atas haram dan halalnya selembar uang---terlepas dari fakta boleh jadi yang bersangkutan seorang ateis. Dalam definisi mereka, uang yang baik adalah uang yang didapatkan dari proses transaksi keuangan lazim, layak, masuk akal, dan disepakati banyak komunitas sebagai transaksi bersih. Uang yang kotor sebaliknya adalah uang yang diperoleh dari transaksi keuangan tidak lazim, tidak layak, dan disepakati banyak komunitas sebagai transaksi kotor. 

Ada banyak sekali aktivitas ekonomi yang masuk dalam daftar transkasi kotor. Mulai dari yang terlihat (dalam film-film), seperti bisnis mafia, triad, geng, pengedar obat-obatan terlarang, perjudian ilegal, penyelundupan, pencurian, pembajakan, perdagangan ilegal, hingga yang tidak kasatmata, seperti uang suap, uang korupsi, dan uang tips yang haram.

Para pembuat sistem dan kebijakan keuangan modern telah membuat regulasi yang jelas, uang haram tidak boleh mengotori uang halal. Bukan semata-mata karena mereka patuh terhadap logika kitab suci, atau taat terhadap sepuluh perintah Tuhan, tetapi lebih karena campur aduk uang haram dan halal jelas merusak keseimbangan. Masuknya uang haram dalam perekonomian yang sah membuat regulator kesulitan memprediksi uang beredar, kesulitan membaca layar penunjuk ekonomi negara.

Karena itulah seluruh negara memiliki Undang-Undang Anti Pencucian Uang. Amerika, misalnya, setiap transaksi di atas 10.000 dolar yang melibatkan perbankan dan institusi keuangan apa pun harus melaporkan muasal uang yang terlibat. Mereka juga meneguhkan prinsip know your customer, KYC. Kalian menabung ke bank di atas 10.000 dolar, maka ada kolom dalam slip setoran yang harus diisi, dari mana uang yang ditabungkan berasal---juga di Indonesia, dengan batasan 100 juta ke atas. 

Lantas apakah urusannya selesai? Tidak. Upaya pencucian uang terus saja terjadi. Ditutup satu pintu, mereka mencari cara lainnya. Pencucian uang sudah berubah menjadi bisnis tersendiri. Ada banyak institusi keuangan yang menciptakan berbagai produk keuangan pintar, bahkan ada beberapa negara yang sengaja tutup mata dengan sumber uang kalian. Cayman Islands misalnya. 

Sesuai undang-undang federal, Amerika mewajibkan setiap warga negaranya yang hendak ke luar negeri dan membawa uang tunai di atas 10.000 melapor pada otoritas bandara. Maka organisasi mafia mengakali peraturan ini dengan menggaji ratusan orang sebagai “turis bayaran” yang pergi berlibur ke Cayman Islands. Mereka menanggung tiket, akomodasi, lantas memberikan segepok uang 9.999 untuk dibawa pergi. Lolos dari loket imigrasi, tiba di Cayman, uang-uang itu melenggang masuk ke perbankan sana. Dari perbankan Cayman, maka dengan mudah uang itu bergabung dengan siklus uang halal seluruh dunia. Ini cara paling manual. Dan jelas cara ini menciptakan lapangan pekerjaan aneh. Siapa yang tidak mau bekerja sebagai “turis bayaran”? Berkali-kali, berkali-kali, berlibur sambil bekerja---organisasi mafia malah akan lebih menyukai jika kalian pergi bersama pasangan berwisata ke Cayman. 

Trik ini memang lambat, tapi jauh lebih aman dibandingkan dengan menumpuk jutaan dolar di bagasi jet pribadi, kemudian dibawa langsung. Ada banyak otoritas yang memperhatikan traffic udara, mereka bisa dengan mudah mencegat jet pribadi dengan sepasang F-16 misalnya, menyuruh mendarat bahkan sebelum meninggalkan wilayah udara Amerika.

Kenapa tidak memilih menabung di bank lokal dengan nominal dibawah 10.000 berkali-kali? Bukankah tidak wajib melapor? Sialnya hampir di semua negara yang meratifikasi Undang-Undang Anti Pencucian Uang pasti punya lembaga khusus untuk menganalisis jutaan transaksi perbankan. Transaksi berulang-ulang, meski kecil, memancing alert dari software tercanggih anti money laundering yang mereka miliki. Jauh lebih aman memindahkan uang secara fisik, bukan melewati perbankan. Kecuali jika kalian memiliki jaringan tinggi di perbankan (atau malah memiliki bank itu sendiri) yang bisa membuat kamuflase atas setiap transaksi keuangan jauh lebih mudah.

“Ada banyak. Tentu saja banyak. Tetapi aku tidak ingat detail satu per satu.” Om Liem menghela napas, setelah diam sejenak. Dia menatap lamat-lamat Julia yang sejak tadi terus bertanya. “Kami tidak bisa menolak uang-uang haram itu masuk ke dalam Bank Semesta.”

“Bukankah pengendali utama Bank Semesta ada di tangan Om Liem?” Julia sudah bertanya lagi.

“Tentu saja di tanganku. Tetapi bagi kami, bankir, sepanjang uang itu masuk ke kami, jumlahnya juga banyak, urusan lain bisa dilupakan. Menerima uang mereka, entah itu dalam deposito, layanan private banking, pembelian sekuritas, dan sebagainya, itu juga memberikan garansi keamanan bisnis bagi Bank Semesta, termasuk juga perlindungan pada grup bisnis.” Om Liem menatap keluar, hujan membungkus jalan tol.

Lima belas menit sejak meninggalkan Waduk Jatiluhur. Opa sejak tadi memilih tidur-tiduran, dia duduk di depan, di sebelahku yang memegang kemudi, sementara Julia dan Om Liem duduk sembarang di belakang, di antara tumpukan pakaian kotor. Aku mengebut di jalanan tol, di tengah hujan deras. Sekali-dua berpapasan dengan mobil polisi yang melesat cepat.

“Garansi keamanan bisnis? Bisa lebih detail, Om?” 

Om Liem mengusap rambutnya yang masih basah, mengangguk. “Uang kotor dari pembalakan hutan misalnya. Kau tidak bisa membayangkan, ke mana saja triliunan uang dari penebangan hutan di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, bahkan Papua dicuci bersih dalam sistem keuangan kita. Jumlahnya tidak terbayangkan, karena bahkan uang suapnya untuk perwira tinggi polisi, pejabat setempat, orang-orang berkuasa saja bisa puluhan miliar. Kami setidaknya memiliki belasan rekening milik mereka. Lumrah saja, itu barter, mereka melindungi Bank Semesta dan grup bisnis kami dalam setiap kasus. Kami melindungi kerahasiaan data dan transaksi keuangan mereka dari intipan banyak orang.”

“Itu di luar money laundering yang tidak kasatmata. Kau tahu, dari seribu triliun anggaran negara, menurut ekonom senior, hampir dua puluh persen dikorup dan disalahgunakan. Siapa yang menampung uang itu? Perbankan nasional! Uang suap, sogok, pelicin, bahkan uang pajak yang tidak masuk ke dalam kas negara, puluhan triliun nilainya. Ke mana uang itu berlabuh? Perbankan nasional! Kebanyakan orang hanya melihat money laundering dari kegiatan mafia, kejahatan bersenjata. Padahal di luar itu banyak sekali kasusnya. Kami membuka rekening untuk petugas korup, pejabat negara jahat, membuat rekening giro perusahaan fiktif, semua yang mungkin dilakukan. Aku tidak tahu detailnya, kepala cabang dan pemimpin Bank Semesta yang lebih tahu.” Om Liem menghela napas lagi, diam sejenak, membuat bagian belakang mobil box laundry hotel senyap.

“Ini lucu sekali, bukan?” Om Liem tertawa suram.

“Lucu?” Alis Julia terangkat.

“Lucu, bukan? Konvensi perbankan internasional selalu mengingatkan tentang know your customer, bankir di sini jelas-jelas amat know customer mereka. Tahu persis uang-uang itu dari mana berasal.”

“Astaga, tidak bisakah kau berhenti mewawancarai dia? Ini bukan kesempatan eksklusif interviu dengan buronan kelas kakap. Ada urusan lain yang perlu dicemaskan. Kita masih lari dari polisi, kapan saja mereka bisa muncul.” Aku menoleh, memotong sebelum Julia kembali bertanya.

Julia mengangkat bahu. “Aku tidak sedang mewawancarai Om Liem, Thom. Kami sedang mengobrol santai di antara tumpukan seprai, gantungan baju, piyama, jas, dan hei, siapa pula yang mau mencuci boneka panda sebesar ini.” Julia menyeringai kecil menunjuk pojok mobil.

“Bicara santai apanya? Kalian jelas bisa mencari topik lain untuk bicara santai.” Aku bergumam, menekan klakson, menyalip dua truk kontainer.

“Topik apalagi, Thom? Ini sudah topik yang pas, membicarakan money laundering di dalam mobil box laundry.” Julia tertawa.

Aku mendengus, tidak berselera memperpanjang percakapan. Melirik pergelangan tangan, hampir pukul tiga sore, waktuku banyak terbuang sia-sia. Kami harus segera menuju tempat persembunyian baru yang aman. Mobil box laundry melesat cepat memasuki tol dalam kota.



*bersambung

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semua Cerita Tentang Novel Negeri Para Bedebah Edisi Bersambung Ini Tidak saya Ambil dan Tulis Ulang dari Novel Negeri Para Bedebah. Tapi di Copas Dari Page Tere Liye Di Facebook.

Untuk Dapatkan Updatenya, bisa di dapat di Page Resmi Dari Tere Liye  secara langsung, : https://www.facebook.com/tereliyewriter/?fref=nf

Atau langsung baca secara lengkap dari episode 1 sampai akhir di blog saya: http://ciminis.blogspot.co.id/p/blog-page.html
Sedangkan saya hanya mengumpulkannya saja di blog saya, karena bagus. Terima Kasih.

Untuk Pembelian Novel Tere Liye Dengan Judul Negeri Para Bedebah bisa langsung cari saja di gramedia.


EmoticonEmoticon