Selamat menikmati novel Negeri Para Bedebah yang di posting oleh Tere Liye Sendiri di akun facebook resminya. Tidak ada niat unsur plagiat Novel Negeri Para Bedebah di sini karena saya hanya mengumpulkan dari yang sudah di posting oleh Tere Liye sendiri.
------------ Selamat Membaca -------------------
PESAWAT badan besar melaju cepat meninggalkan London. Sekarang kami berada sepelemparan batu di atas wilayah penerbangan Myanmar. Penerbangan nonstop ini menuju Singapura.
Aku tertawa kecil.
“Apa pertanyaan kau tadi? Kau bergurau, aku konsultan keuangan
profesional, aku tidak peduli dengan kemiskinan. Yang aku cemaskan
justru sebaliknya, kekayaan, ketika dunia dikuasai segelintir orang, nol
koma dua persen, orang-orang yang terlalu kaya.”
Kami sudah
menghabiskan minuman gelas pertama. Pramugari yang selalu tersenyum itu
baru saja lewat (lagi), menawarkan gelas kedua. Aku menggeleng. Selepas
mendarat di Singapura, penerbangan lanjutan menuju Jakarta sudah
menunggu. Aku harus bergegas menuju lokasi klub tinju. Aku punya
pertandingan penting malam ini.
“Bisa dijelaskan lebih detail?” Gadis dengan predikat “wartawan terbaik” di sebelahku bertanya.
“Ya, kaubayangkan, ketika satu kota dipenuhi orang miskin, kejahatan
yang terjadi hanya level rendah, perampokan, mabuk-mabukan, atau
tawuran. Kaum proletar seperti ini mudah diatasi, tidak sistematis dan
jelas tidak memiliki visi-misi, tinggal digertak, beres. Bayangkan
ketika kota dipenuhi orang yang terlalu kaya, dan terus rakus menelan
sumber daya di sekitarnya. Mereka sistematis, bisa membayar siapa saja
untuk menjadi kepanjangan tangan, tidak takut dengan apa pun. Sungguh
tidak ada yang bisa menghentikan mereka selain sistem itu sendiri yang
merusak mereka.”
Dahi gadis di sebelahku terlipat, belum mengerti juga.
“Kau tidak mengerti ilmu ekonomi?” Aku menyeringai.
Gadis itu tidak setersinggung sebelumnya. “Maksudku, tidak semua
pembaca kami memiliki kompetensi pengetahuan ekonomi, ilustrasi lebih
sederhana akan membantu mereka.”
“Baiklah. Coba kita misalkan dunia
ini hanya sebesar kota. Ada seribu penduduk di dalamnya. Sebagian
menjadi petani, perajin, peternak, tukang, sebagian lainnya menjadi
pedagang, tentara, serta semua profesi dan mata pencarian hidup yang
kita kenal. Katakanlah berabad-abad mereka hanya mengenal barter, ikan
ditukar gandum, jasa cukur rambut ditukar perbaikan atap rumah, atau
seporsi masakan lezat dibarter dengan jahitan baju. Hingga salah seorang
genius, well, kita sebut saja Mister Smith menemukan uang. Kehidupan
primitif mereka dengan segera berubah drastis, perekonomian kota kecil
itu bergerak maju. Transaksi lebih mudah dilakukan, itu fase pertama
muasal kegilaan ini.
“Sejak uang ditemukan, berbagai teknologi juga
ditemukan. Era industri datang. Sumber minyak, emas, batubara, timah,
dan besi dekat kota mulai ditambang. Tenaga kerja semakin produktif,
perhitungan efisiensi produksi dikenal, dan tuntutan atas kemudahan
transaksi keuangan meningkat. Mister Smith kembali datang dengan ide
mendirikan bank, membuat seluruh penduduk kota terpesona. Benar sekali,
mereka butuh modal untuk membuat perekonomian melesat lebih hebat.
Tetapi mereka ragu-ragu, siapa yang akan percaya dengan selembar kertas?
Mister Smith melambaikan tangan. Tenang saja, bank akan mencetak setiap
lembar uang dengan jaminan cadangan emas. Seratus dolar dijamin satu
gram emas. Jadi, uang tersebut dijamin aman. Ada nilai pelindungnya di
bank, dan semua orang harus menerima transaksi dengan uang. Penduduk
kota semakin kagum. Luar biasa, itu ide yang brilian.
“Maka, bank
mulai mencetak uang dengan jaminan cadangan emas. Sebagai pemanis,
Mister Smith menjanjikan bunga untuk setiap orang yang bersedia
menyimpan uang di bank. Mulailah, orang kaya berbondong-bondong
meletakkan uang, sedangkan yang membutuhkan uang untuk modal usaha juga
datang ke bank dengan janji membayar cicilan ditambah bunga. Kau tahu,
salah satu penemuan klasik Mister Smith yang menjadi dasar ilmu ekonomi
modern adalah bunga.”
Aku berhenti sejenak, mengangguk kepada pilot
pesawat yang keluar dari kabin, ramah menyapa penumpang, lantas tertawa
kecil, bergurau pada salah satu anak kecil di seberangku yang cemas
kenapa pilot meninggalkan kokpit. “Tenang, Nak, pesawat ini memiliki
sistem otomatis andal.”
“Nah, dengan adanya uang dan bank, akumulasi
kekayaan mulai terjadi. Pada tahun nol, total uang beredar hanya
seratus dolar, katakanlah begitu. Pada tahun ke sepuluh, total uang
beredar di kota melesat menjadi satu miliar dolar. Bagaimana bisa?
Karena begitulah sistem perekonomian baru bekerja, begitu canggih
melipatgandakan kekayaan. Kauletakkan uang seratus dolar di bank yang
dijamin setara satu gram emas, lantas uang itu dipinjam orang kedua, si
tukang jahit. Orang kedua ini menggunakannya untuk membeli mesin jahit
terbaru pada orang ketiga, si pembuat mesin. Si pembuat mesin punya uang
seratus dolar sekarang, hasil menjual mesin. Dia bawa uang itu ke bank
lagi, ditabung. Jadi berapa uang dalam catatan bank? Dua ratus dolar.
“Bank lantas meminjamkan uang itu kepada orang keempat, si nelayan. Si
nelayan membelanjakannya untuk membeli kapal terbaru pada orang kelima,
si pembuat kapal. Orang kelima membawa uang seratus dolar itu ke bank,
menabungkannya. Begitu terus siklus perbankan yang canggih.
“Jadi
berapa uang seratus dolar itu sekarang dalam catatan bank? Tiga ratus
dolar? Kau keliru. Uang itu tumbuh jadi tidak terhingga, karena semakin
banyak yang terlibat dalam mekanisme simpan-pinjam itu. Tanpa regulasi
bank harus menyisihkan sekian persen sebagai cadangan, efek pengalinya
berjuta-juta tidak terhingga. Padahal, come on, berapa sejatinya nilai
uang yang dijamin cadangan emas? Ya, hanya seratus dolar, lantas
bagaimana ribuan dolar lainnya? Itu hanya ada di kertas. Benar-benar ada
di kertas, dalam catatan bank, dalam catatan kekayaan masing-masing.
“Perekonomian kota tumbuh tidak terbilang. Semua sektor produktif
berlomba-lomba melaporkan keuntungan transaksi. Situasi berjalan
aman-aman saja hingga puluhan tahun. Pada tahun kesepuluh, uang beredar
di seluruh kota menjadi satu miliar dolar, dan situasinya mulai rumit,
hanya segelintir orang yang menguasai uang-uang. Mereka adalah penduduk
superkaya, yang terus rakus menambah nominal angka kekayaan mereka.
Tidak pernah puas.
“Katakanlah, pada tahun itu ada seribu penduduk
kota yang meminjam uang untuk membeli rumah, kita sebut saja ‘kredit
rumah’. Uang pinjaman dari bank dibayarkan pada tukang-tukang untuk
membuat rumah, dan tukang-tukang ternyata tidak menabung uang itu ke
bank, melainkan dibelanjakan keperluan sehari-hari. Bank yang dikuasai
segelintir orang kaya berpikir keras, kalau begini caranya, lambat
sekali mereka bisa menambah kekayaan, uang itu tidak segera balik ke
pundi-pundi bank, tidak ada uang yang bisa diputar lagi, lagi, dan lagi.
Tanpa uang, sistem bunga tidak bekerja, kekayaan mereka melambat.
Mister Smith datang dengan ide lebih cemerlang. Dia ciptakan binatang
yang disebut securitization. Bagaimana caranya? Seluruh kredit rumah
itu, jumlahnya ada seribu lembar surat perjanjian kredit, dikumpulkan
saja jadi satu, lantas dianggap seperti produk, macam seribu potong
tempe atau seribu ekor kambing, lantas dijual ke pemilik uang, penduduk
superkaya lainnya, dengan imbalan bunga sekian persen yang dibayarkan
setiap bulan plus cicilan. Tidak ada yang tertarik? Gampang, tinggal
naikkan bunganya, tambahkan bumbu-bumbu janji semua aman, semua dijamin.
Kalau ada masalah, rumah-rumah itu bisa jadi jaminan.
“Ide cerdas!
Tentu itu brilian. Bank yang tadinya kekurangan uang, dengan cepat
kembali punya uang. Banyak malah. Mereka tidak hanya sebagai pemberi
pinjaman, tetapi sekarang sekaligus sebagai ‘nasabah’ bagi pembeli aset
securitization tadi. Ide itu berhasil tidak terkira. Dengan uang hasil
menjual seribu surat perjanjian kredit, bank leluasa mengucurkan kredit
berikutnya ke penduduk kota. Bank menerima pembayaran dari nasabah
setiap bulan. Uang itu dipergunakan untuk membayar pemegang aset
securitization. Semua terkontrol, semua baik-baik saja, hingga tanpa
disadari aset yang pada dasarnya hanyalah selembar kertas itu
menggelembung tidak terkira.
“Harga properti melesat naik, harga
komoditas tidak terkendali. Karena juga bermunculan derivatif transaksi
keuangan lainnya, Mister Smith menciptakan transaksi future: minyak bumi
atau gandum yang dibutuhkan enam bulan lagi bisa dibeli sekarang,
lantas uangnya bisa diputar ke mana-mana, menjadi berkali-lipat. Dan
boom! Ribuan kredit perumahan tiba-tiba macet total, orang mulai
berpikir harga-harga sudah tidak rasional. Harga komoditas jatuh bagai
roller coaster, dan mulailah kekacauan merambat ke mana-mana.
“Bank
tidak bisa menagih kredit ke penduduk kota, sedangkan pemilik aset
securitization sudah mulai menagih. Panik, penduduk kota panik, si
pembuat perahu, si pembuat mesin bergegas ingin mengambil uang di bank,
padahal uang itu sudah dipinjamkan ke tukang jahit dan nelayan. Tidak
ada uang di bank, hanya catatan pinjam-meminjam. Jaminan emas? Orang
lupa kalau itu hanya untuk seratus dolar pertama. Posisi bank terjepit,
atas-bawah. Tidak perlu seorang genius untuk menyimpulkan hanya soal
waktu seluruh surat berharga terjun bebas, tidak ada lagi harganya.
Krisis aset securitization ini merambat ke mana-mana.
“Itulah yang
terjadi di kota kecil tadi. Nah, itulah yang terjadi di dunia saat ini.
Sama persis. Krisis dunia akibat kredit perumahan. Masalahnya, di dunia
yang sebenarnya, nilai akumulasi uang ratusan tahun sejak ditemukan,
jumlahnya triliunan dolar, tidak terbayangkan. Kau tahu, Julia, berapa
total utang negara kita? Hanya seratus dua puluh miliar dolar, kecil
sekali dibandingkan akumulasi uang dunia yang berjuta kali lipat, hanya
nol, koma nol nol. Uang-uang itu hanya dimiliki nol koma dua persen
penduduk bumi, yang terus rakus menelan sumber daya. Uang itu butuh
tempat bernaung. Mereka sudah punya mobil, rumah, berlian, pesawat
pribadi, dan pulau pribadi. Mereka juga sudah membeli hutan jutaan
hektar di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Karena itu, mereka
ciptakanlah berbagai produk keuangan untuk menampungnya. Tidak puas
mendapatkan lima persen bunga bank, mereka menyerbu ke obligasi dan
saham. Tidak puas juga, mereka menyerbu ke komoditas dan transaksi
derivatif yang semakin rumit. Uang itu seperti ratu lebah yang beranak
setiap hari, terus tumbuh, serakah. Uang itu butuh tempat untuk
berkembang-biak, persis seperti mutasi genetik tidak terkendali.
“Padahal kita lupa, semua hanya kertas, bukan? Secara riil, kekayaan
dunia tidak berubah sejak uang pertama kali ditemukan. Jumlah cadangan
emas yang menjamin uang hanya itu-itu saja. Kau tadi bertanya apa?
Julia, aku tidak peduli kemiskinan, peduli setan, karena daya rusaknya
itu-itu saja, busung lapar, kurang gizi. Tetapi kekayaan, daya rusaknya
mengerikan. Bahkan uang yang berlimpah itu membuat orang tidak peduli
wabah, kelaparan, perusakan alam, dan tragedi kemanusiaan lainnya.
“Kau pernah kuliah ekonomi, bukan?” Aku diam sejenak, menatap wajah
gadis di depanku yang matanya membulat, masih mengunyah kalimatku. “Aku
pernah, lima belas tahun lalu. Salah satu dosenku adalah profesor
penerima nobel ekonomi. Kau bisa membayangkan, mahasiswa model apa aku
di kelas. Aku pernah bilang hipotesis bodoh padanya, andaikata dunia ini
tetap menggunakan barter, andaikata dunia ini tidak pernah mengenal
uang dan bunga, dunia boleh jadi akan jauh lebih adil dan makmur.
Profesorku tertawa. Thomas, bagi pialang, pengelola danareksa, eksekutif
puncak, orang-orang pintar, bagi kalian mahasiswa sekolah bisnis
terbaik dunia, kalian pasti akan lebih bersyukur karena uang dan bunga
pernah ditemukan. Kami berdebat, sia-sia. Profesor itu ringan
melambaikan tangan, kau lupa petuah bijak bapak ekonomi modern, pasar
memiliki ‘tangan tuhan’, Thomas. Dia akan selalu membuat keseimbangan,
bahkan meski harus meledakkan keseimbangan sebelumnya. Jadi jangan
pernah menulis macam-macam di kertas ujian, atau kau tidak lulus di
kelasku. Nasihat yang bagus. Sejak saat itu aku tidak peduli omong
kosong kemiskinan, Julia.
“Apakah kau seorang sosialis?” Gadis di sebelahku akhirnya berkomentar setelah terdiam sejenak.
“Apa aku terlihat seperti sosialis, Julia?” Aku tertawa, menunjuk sepatu mengilat yang kukenakan.
Gadis itu tidak menggeleng, apalagi mengangguk. Dia balas menatapku
datar. “Lantas apa pedulimu dengan jahatnya kekayaan? Bukankah kau
sendiri hidup dari orang-orang itu. Konsultan keuangan dengan bayaran
tinggi? Atau kau jangan-jangan tipikal orang berpendidikan tinggi,
pintar, kaya, memiliki pengaruh, tetapi juga sekaligus paradoks dan
memiliki kepribadian banyak?”
Aku menatap mata hitamnya. Nah,
sekarang rasa percaya diri dan harga diri gadis ini sudah sempurna
kembali. Dia sepertinya bersiap berdebat banyak hal di luar daftar
pertanyaan. Sayangnya aku tidak berselera, aku harus beristirahat
sejenak di atas pesawat besar ini sebelum mendarat. Jadwal pertarungan
pentingku menunggu. Aku rileks melambaikan tangan. “Jika kau tertarik,
kita diskusikan hal itu di lain kesempatan, Julia, mungkin makan malam
yang nyaman. Tetapi kita lihat dulu akan seperti apa hasil wawancara ini
di majalah kalian. Semoga kemampuan menulis kau sekinyis penampilan kau
sekarang. Selamat malam.”
Gadis itu tidak dapat menahan ekspresi
geregetan, kesal. Boleh jadi kalau tidak sedang di kelas eksekutif
penerbangan maskapai internasional, dengan pilot masih asyik
beramah-tamah menyapa penumpang, dia akan menampar pipiku.
*bersambung
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semua Cerita Tentang Novel Negeri Para Bedebah Edisi Bersambung Ini Tidak saya Ambil dan Tulis Ulang dari Novel Negeri Para Bedebah. Tapi di Copas Dari Page Tere Liye Di Facebook.
Untuk Dapatkan Updatenya, bisa di dapat di Page Resmi Dari Tere Liye secara langsung, : https://www.facebook.com/tereliyewriter/?fref=nf
Atau langsung baca secara lengkap dari episode 1 sampai akhir di blog saya: http://ciminis.blogspot.co.id/p/blog-page.html
Atau langsung baca secara lengkap dari episode 1 sampai akhir di blog saya: http://ciminis.blogspot.co.id/p/blog-page.html
Sedangkan saya hanya mengumpulkannya saja di blog saya, karena bagus. Terima Kasih.
Untuk Pembelian Novel Tere Liye Dengan Judul Negeri Para Bedebah bisa langsung cari saja di gramedia.
1 komentar so far
EmoticonEmoticon